Enam Penyebab Bayi Terbangun di Malam Hari

Umumnya bayi terbangun di malam hari karena merasa lapar.

ilustrasi - wordoc.blogspot.com
Bayi terbangun setiap tiga atau empat jam merupakan peristiwa yang wajar. Umumnya, mereka terbangun karena merasa lapar atau basah.
Bayi juga terbangun karena sebelumnya telah tidur dalam waktu yang panjang. Untuk para ibu yang memiliki bayi yang sering terbangun pada malam hari, di bawah ini ada beberapa alasan lain mengapa bayi terbangun di malam hari selain karena lapar, seperti dikutip Circle of Moms.

1. Jam Tidur yang Tidak Teratur"Bayi tidak memiliki jam tidur yang teratur sampai sekitar usia enam bulan.” jelas pernyataan American Academy of Pediatrics (AAP). 
Bayi yang baru lahir tidur sekitar 16-17 jam per hari, dan mereka hanya bisa tidur satu atau dua jam pada suatu waktu. Semakin besar, umumnya bayi membutuhkan waktu tidur lebih sedikit. Bayi berusia enam bulan juga wajar terbangun di malam hari dan kembali tidur setelah beberapa menit.

2. Perubahan Lingkungan dan RutinitasJika bayi anda terbiasa tidur dengan pulas dan sekarang sering terbangun tiba-tiba, akar permasalahannya kemungkinan karena adanya perubahan suhu ruangan, atau banyaknya cahaya dan suara.
Anda dan suami anda bisa membuat bayi terbangun dengan suara dengkuran, gerakan, atau batuk Anda. Coba cek apakah bayi Anda merasa kepanasan atau kedinginan.

3. Rasa SakitPara bayi yang terbangun saat malam hari juga bisa disebabkan karena sakit atau sedang merasa kesakitan. Dalam hal ini, tak ada salahnya memeriksakan buah hati anda ke dokter.

4.  Tumbuh KembangTidur yang terganggu juga bisa menjadi tanda bahwa bayi Anda akan tumbuh, seperti merangkak atau berjalan. Ketika hal tersebut sudah berhasil ia lakukan, maka sang buah hati akan tertidur dengan pulas seperti biasa.

5. Pertumbuhan GigiBayi anda yang sedang mengalami pertumbuhan gigi sering terbangun pada malam hari. Hal itu karena si bayi merasa tidak nyaman dengan tubuhnya. Banyak bayi yang sampai mengalami demam saat sedang tumbuh gigi.

6. Gelisah karena Tidur Terpisah dengan OrangtuaBagi bayi tidur terpisah dengan orangtuanya hal ini juga merupakan sebab lainnya mengapa bayi terbangun saat malam hari. Hal ini terjadi pada bayi di usia sekitar 9-12 bulan yang mulai tidur terpisah. Sedangkan bayi di antara umur 6 bulan- 2 tahun umumnya mengalami masalah ini.
Mereka sering terbangun di malam hari dan memanggil orang tua mereka. Hal ini termasuk hal yang normal dalam tahap perkembangan emosi Anak. 

Sumber: http://kosmo.vivanews.com/news/read/319751 -enam-alasan-bayi-terbangun-di-malam-hari

Jampersal Berhasil Menolong 75.310 Persalinan

ilustrasi Jampersal - wordoc.blogspot.com
Sepanjang tahun 2011, program Jaminan Persalinan (Jampersal) yang diluncurkan oleh Kementrian Kesehatan (Kemenkes) RI telah menolong sebanyak 75.310 persalinan di Sumatera Utara yang mencakup 74.319 persalinan normal, 798 dari persalinan induksi dan operasi (proses tak maju) serta 193 persalinan pasca keguguran, Selasa (29/5).
Kepala Seksi Bimbingan Pengendalian (Bimdal) Jaminan Kesehatan Dinkes Sumatera Utara, Alexander Gultom, ketika ditemui di ruang kerjanya menyebutkan, untuk jumlah peserta terbesar yang menggunakan layanan jampersal ini antara lain Kabupaten Langkat dengan jumlah sebanyak 19.778 persalinan normal, 70 persalinan operasi, dan 125 persalinan pasca keguguran.
Untuk posisi selanjutnya, Kabupaten Serdang Bedagai dengan jumlah 5.346 persalinan normal. “Deli Serdang dengan jumlah sebanyak 4.724 persalinan normal, 147 persalinan operasi. Sedangkan Batu Bara, pada posisi keempat terbesar dengan jumlah sebanyak 4.567 persalinan normal,” lanjutnya.
Untuk persalinan yang dilakukan, menurutnya dilakukan melalui pelayanan kesehatan dasar yang mencakup pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) dan praktek bidan swasta. “Untuk tahun 2012 ini, kita belum tahu karena masih direkap,” ujar Alex kembali.
Untuk pelayanan dalam Keputusan Menteri Kesehatan No.515/Menkes/III/2011 yang diluncurkan sejak pertengahan bulan Maret lalu, yakni pemeriksaan kehamilan diberikan sebanyak empat kali dari tarif Rp 10.000 per kunjungan menjadi Rp 20.000,00 untuk setiap pemeriksaan. Tarif pelayanan ibu nifas dari Rp 10.000 menjadi Rp 20.000 untuk sekali pertemuan dengan total sebanyak 4 kali. Pra-rujukan pada komplikasi kebidanan dan neo natal, 1 kali pertemuan tarifnya tetap sebesar Rp 10.000.
Pelayanan pasca keguguran, persalinan pervaginam (tindakan operasi) emergency dasar sebesar Rp 650.000.
“Untuk pembayaran pelayanan persalinan di rumah sakit sesuai dengan tarif paket Indonesia Case Base Group (Ina-CBGs). Sedangkan, untuk praktek bidan swasta dan puskesmas, dibayarkan oleh masing-masing Dinas Kesehatan kabupaten/kota,” jelasnya.
Untuk syarat menjadi kepesertaan jampersal ini, Alex menjelaskan, hal ini tidak dipungut biaya dan hanya melengkapkan berkas-berkas seperti KTP dan kartu keluarga (KK) saja. “Untuk sekarang, seluruh persalinan tidak dibatasi, mau dia punya anak tiga atau lebih tetap dilayani. Jadi belum ada batasan sama sekali,” terangnya.

Sumber: http://www.tribunnews.com/2012/05/29/jampersal-behasil-menolong- 75.310-persalinan

Pengakuan Gadis yang Lakukan Aborsi 2 Kali

ilustrasi - wordoc.blogspot.com
Jakarta, Pengalaman 2 kali melakukan aborsi telah menyisakan trauma mendalam bagi perempuan ini. Mulai dari proses evakuasi yang menegangkan saat menuju klinik aborsi dengan mata tertutup, hingga melihat gumpalan daging keluar dari rahimnya.

Sari (bukan nama sebenarnya), seorang perempuan lajang yang bekerja di sebuah kota di Pulau Jawa berkenan menceritakan pengalamannya menggugurkan kandungan semasa remaja. Ia berharap kisahnya tersebut bisa menjadi inspirasi bagi orang lain agar tidak ada lagi yang terjebak dalam kesalahan yang sama.

Berikut ini kisahnya seperti dituturkan Sari saat dihubungi detikHealth, Selasa malam (29/5/2012).

Umur saya baru 17 tahun saat baru awal-awal kuliah, ketika pertama kali saya menyadari menstruasi saya sudah terlambat 1 bulan. Kurang lebih itu 10 tahun yang lalu. Hasil testpack menunjukkan bahwa saya positif hamil, dan itu berarti usia kandungannya sudah sekitar 6-7 minggu kalau dihitung dari kemungkinan saya dibuahi. Orang pertama yang tahu adalah pacar saya, karena kami membaca testpack bersama-sama.

Sebenarnya pacar saya ingin kehamilan itu dilanjutkan dan dia pun mengajak saya menikah. Tapi bagi saya saat itu, menikah bukan solusi dan tidak akan pernah menjadi jalan keluar dari masalah apapun juga. Saya tidak ingin melanjutkan kehamilan ini. Akhirnya pilihan untuk melakukan induksi haid --saya kurang suka istilah aborsi-- adalah murni keputusan saya sendiri, tidak ada paksaan dari siapapun.

Saya pun mendatangi sebuah klinik terpercaya dengan dibantu oleh rekan yang kebetulan juga pernah melakukan induksi haid. Kondisinya agak berbeda karena dulu rekan saya itu melakukannya dengan status sudah menikah, sehingga urusannya jauh lebih mudah karena bisa menggunakan alasan medis walaupun itu juga cuma dibuat-buat.

Yang jelas urusan saya lebih ribet, karena saya belum menikah dan pada akhirnya saya harus berbohong pada konselornya. Saya bilang bahwa saya terpaksa harus melakukan induksi haid karena ditinggal pergi pacar saya.

Konselor di klinik tersebut sepertinya tidak berusaha menelisik kebenaran pengakuan saya maupun mengubah keputusan saya, mungkin karena melihat tekad saya sudah bulat. Ia cuma memastikan kondisi saya baik-baik saja dan sudah paham konsekuensinya, serta berulang-ulang menegaskan agar kesalahan ini tidak terulang lagi. Saya iyakan saja biar urusannya cepat selesai.

Akhirnya beberapa hari kemudian saya dikuret, dengan total biaya mencapai Rp 1,8 juta. Beberapa minggu berikutnya, saya kontrol lagi dan dipastikan saya baik-baik saja. Secara fisik baik-baik saja, tetapi secara mental masih tetap menyesali kenapa harus hamil.

Saya tahu dari pelajaran biologi di SMA bahwa hubungan seks bisa menyebabkan kehamilan, tetapi sedikitpun tidak terbayang bahwa kehamilan itu akan terjadi pada saya sendiri di usia sedini itu. Bagian itu yang paling saya sesali, lebih saya sesali daripada induksi haidnya itu sendiri.

Di sisi lain, pacar saya juga tidak lebih cerdas. Ia masih percaya mitos-mitos, termasuk menyuruh saya untuk pipis setelah berhubungan seks agar tidak hamil. Bukti bahwa untuk urusan seks, kami berdua sama sekali tidak tercerahkan dengan pelajaran biologi saja.

Lalu kehamilan berikutnya terjadi lagi 1-2 tahun kemudian saat umur 20 tahun dengan pacar saya itu. Saya tidak ingat persis jarak waktunya, but it was terribly wrong! Even donkey won't fall on the same hole! Pada titik ini saya merasa bego, mengaku banyak membaca tetapi kelakuannya tidak konsisten dan sangat kompulsif. Mau enaknya saja.

Kali ini saya benar-benar tidak berani, terlalu malu untuk datang ke klinik itu lagi. Untungnya karena ini kehamilan kedua, secara mental saya sudah bisa lebih tenang, secara fisik tubuh saya juga lebih kuat dan tidak dibebani oleh ngidam atau segala macam seperti halnya pada kehamilan pertama. Kami pun coba-coba menghubungi layanan terlambat haid yang diiklankan di koran-koran.

Sambil terus mencari, seorang teman menyarankan agar saya minum obat peluruh haid. Saya coba minum obat bermerek 'C' tersebut dan memang muncul flek dalam beberapa hari berikutnya. Tapi karena sepertinya tidak tuntas, saya makin mantap untuk mencari layanan induksi haid. Pertimbangan saya waktu itu, kalaupun kehamilan ini mau dilanjutkan maka anak saya pasti cacat karena saya sudah berusaha menggugurkannya dengan obat.

Akhirnya kami menemukan seseorang yang bisa melakukan induksi haid, dan inilah bagian yang paling menegangkan. Orang tersebut menyuruh kami datang ke sebuah tempat dan dia akan menjemput naik mobil. Di tempat yang ditentukan, rupanya sudah ada pasangan lain yang juga menunggu dijemput. Yang perempuan tampak tegang, lalu naluri saya menggerakkan agar kami berdua berpegangan tangan dan saling menguatkan.

Suasana makin mencekam ketika mobil jemputan datang, sebab kami diminta untuk memakai penutup mata. Laki-laki tidak boleh ikut, hanya kami para perempuan yang diangkut dengan mobil. Entah kenapa kami menurut, lalu dengan mata tertutup kami menempuh perjalanan selama kurang lebih 1,5 jam.

Kami berdua tidak tahu sedang berada di mana saat mata kami dibuka, yang jelas di situ ada seorang perempuan yang mengaku sebagai bidan. Dia mengatakan bahwa prosedur yang akan ia lakukan berbeda dengan kuret yakni dengan membuat pecah ketuban dengan minum obat, sehingga kandungan akan luruh secara alami. Biayanya sebesar Rp 3,5 juta dibayar saat itu juga, lalu kami pulang dengan dibekali obat.

Malam harinya perut saya luar biasa sakit, sesuai kata bidan tadi bahwa akan terasa sakit seperti mau melahirkan. Saya pun mengikuti sarannya untuk buru-buru ke kamar mandi, dan yang keluar pertama kali adalah ari-ari! Seperti tersangkut tetapi saya tidak berani menariknya keluar. Tak lama kemudian keluar bulatan bening, semacam daging yang saking kecilnya langsung masuk toilet. Bagian inilah yang paling membuat saya trauma kalau ingat.. (menangis).

Secara psikologis saya juga makin terbebani karena tindakan induksi haid yang kedua ini saya lakukan secara diam-diam, tanpa didampingi konselor. Kesembunyi-sembunyian ini yang seolah makin menegaskan pada diri saya sendiri bahwa tindakan ini salah.

Belum habis siksa batin yang harus saya alami. Jika seusai induksi haid pada kehamilan yang pertama saya melakukan kontrol di klinik yang sama, kali ini si bidan tidak menawari kontrol dan kalaupun ditawari saya juga tidak tahu tempatnya karena waktu itu saya datang dan pergi lagi dengan mata tetutup.

Akhirnya saya berinisiatif kontrol sendiri ke seorang dokter kandungan yang cukup senior, tampak dari gelar profesor yang melekat di depan namanya. Sayang kepintaran sang profesor tidak membuatnya lebih punya empati. Kepada saya yang datang dalam kondisi kalut, ketakutan karena jangan-jangan induksi haidnya tidak tuntas, profesor brengsek itu malah menunjukkan sikap menghakimi dan membuat mental saya makin berantakan. Dia bilang, "Kamu itu berdosa, salah. Rahim kamu berlipat. Cepatlah menikah nanti tidak ada lagi yang mau sama kamu."

Pak profesor bahkan tidak menjelaskan kondisi saya yang sebenarnya. Apa itu rahim berlipat? Dari dokter kandungan lain yang lebih ramah, barulah saya tahu bahwa lipatan itu adalah kista. Menurut dokter saya yang kedua ini, memang ada kemungkinan kista akan mengecil jika seorang perempuan hamil dan punya anak.

Sang gadis yang kini berusia 27 tahun itu mengaku sesekali masih mengalami trauma jika ingat dengan kejadian itu. Dengan mental yang sempat drop, ia berhasil menamatkan kuliahnya hingga bisa bekerja.

Penyesalan yang dalam terus menggelayut di hidupnya. Hingga kini keluarganya tak pernah tahu bahwa sang gadis pernah melakukan aborsi. Si gadis yang dari keluarga baik-baik ini juga terlihat dari luar sangat normal pergaulannya.

Penampilannya juga tidak menunjukkan si gadis salah pergaulan tapi 'kecelakaan' yang dialaminya murni karena ketidaktahuannya tentang seks yang aman dan bertanggungjawab.

Kini ia mengaku bisa hidup normal, tidak takut hamil dan siap punya anak jika menikah nanti.

Sumber: http://health.detik.com/read/2012/05/30/ 113021/1928210/775/pengakuan-gadis-yang-lakukan-aborsi-2-kali

Kondisi Kesehatan Perempuan Indonesia Rendah

ilustrasi - wordoc.blogspot.com
Jakarta - UNICEF (The United Nations Children's Fund) merilis data menyangkut indikator-indikator kesejahteraan perempuan, utamanya soal kesehatan. Kondisi kesehatan perempuan di Indomesia dinilai masih sangat rendah.

Contoh persalinan yang didampingi tenaga kesehatan profesional, dokter, perawat atau bidan hanya 72 persen. Rasio angka kematian ibu mencapai 310 untuk setiap 100.000 kelahiran hidup.

Atas fenomena itu, Ketua Umum Fatayat Nahdlatul Ulama (NU), Ida Fauziah mengatakan, melihat kualitas hidup perempuan yang masih rendah menunjukkan program pengarusutamaan gender (PUG) di Indonesia belum maksimal. "Dalam penilaiaan PUG di 144 negara, Indonesia hanya peringkat 80," kata Ketua Komisi VIII DPR itu.

Untuk itu, Fatayat NU mengharapkan PUG ini dimasukkan ke dalam program-program kementerian terkait agar pembangunan kualitas hidup perempuan juga meningkat yang dibarengi program yang tepat sasaran ke perempuan.

Ilustrasi - Kesehatan Wanita
Fatayat NU memberi apresiasi kepada Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Muhaimin Iskandar yang telah memasukkan PUG dalam Kementerian yang dipimpinnya. "Semoga langkah ini bisa diikuti oleh kementrian lainnya," tandas politisi PKB itu.

Pada Harlah ke-62 ini, Fatayat NU memberikan penghargaan kepada para pejuang wanita yang memberi kontribusi kepada masyarakat luas, yaitu kepada Sri Mar'atul Qibtiah, Zulfiah TH Mansyur, Mama Aleta Baun dan Lily Pujiati.

Sumber: http://nasional.inilah.com/ read/detail/1865692/read/detail//read/detail//read/detail//read/detail//read/detail//read/detail//read/detail//read/detail//read/detail//read/detail//

Mbah Wiro, Dukun Bayi Tersertifikasi

Mbah Wiro Dukun Bayi Tersertifikasi sumber: solopos.com
Jangan anggap remeh Mbah Wiro, dukun yang biasa membantu persalinan. Pasalnya, melalui tangan dingin perempuan itu puluhan bayi berhasil dilahirkan.
Keterampilan menolong kelahiran diasah oleh pengalaman serta pelatihan dari bidan. Hal itu  membuatnya mendapat kepercayaan untuk menolong perempuan di desanya yang akan melahirkan bayi dengan catatan persalinan berjalan normal.
Tidak hanya itu, Mbah Wiro, demikian orang banyak mengenal perempuan yang ditaksir berusia 70 tahun itu, mampu menyuburkan rahim. Ia dikenal karena telah membuat banyak perempuan yang awalnya merasa  kesulitan untuk memiliki keturunan dapat hamil.
Saat disambangi Harian Jogja di kediamannya yang terletak di Pondok Wonolelo, Widodomartani, Ngemplak, Sleman, Mbah Wiro yang memiliki nama kecil Ngadiyem, menuturkan kemampuannya memijat adalah anugerah. Pasalnya, riwayat keluarganya tidak satu pun yang mempunyai keahlian memijat.
Jalan hidup memijat bermula ketika ia masih muda, beberapa orang meminta dipijat. “Orang-orang yang habis saya pijat itu langsung sembuh dari penyakitnya, mulai dari pegal-pegal hingga rahim turun,” ujarnya, Senin (28/5).
Melihat kemampuannya, kata dia, seorang bidan bernama Retno pun mengajaknya ikut pelatihan membantu persalinan. Setelah mengikuti pelatihan, ia mengatakan fotonya dipampang di RSUP Dr. Sardjito dan Dinas Kesehatan sebagai dukun beranak yang bisa membantu proses melahirkan.
Selain membantu melahirkan, tangan dingin Ngadiyem disebut-sebut mampu menyuburkan rahim, membantu perempuan lebih mudah hamil. Dia mengaku banyak pasien yang saluran indung telurnya terikat sehingga memang sulit untuk memiliki keturunan.
“Saya bilang ke dia, tidak perlu berobat lagi, posisi saluran sudah terikat sehingga tidak mungkin hamil, kecuali mukjizat,” imbuh perempuan yang mengaku tidak bisa mengingat tahun kelahirannya.
Lain hari, terdapat pasien perempuan yang ingin hamil dan setelah dipijat ia memprediksi tidak sampai tiga bulan pasien tersebut dapat hamil. Prediksi itu pun terbukti karena pasiennya hamil setelah dua bulan dipijat.
Walaupun dikenal karena menolong kelahiran, Mbah Wiro tidak membatasi usia pasien, mulai bayi hingga lansia biasa dipijatnya. Beberapa pasiennya bahkan berasal dari luar Jogja, seperti Gombong dan Solo.
Upah memijat dukun senior itu pun tergolong murah, yakni sekitar Rp30.000 untuk dua jam pijat. Sedangkan untuk bayi berkisar Rp5.000 hingga Rp15.000. “Seikhlasnya yang memberi saja,” ucap perempuan yang tinggal seorang diri ini.
Hanya saja kini aktivitas memijat kini tidak seperti dulu sejak stroke membuatnya lumpuh separuh. Namun, satu atau dua orang pasien masih ada yang mendatanginya untuk dipijat.
Atok, warga Ngemplak, mengaku menggunakan jasa pijat Mbah Wiro untuk ketiga buah hatinya semenjak mereka lahir. “Pijatannya lembut untuk bayi,” kesannya soal layanannya.

Jamu Telat Datang Bulan Sering Disalahgunakan untuk Aborsi

ilustrasi - wordoc.blogspot.com
Di Indonesia tidak ada jamu yang khusus untuk aborsi. Tapi pelaku aborsi biasanya menggunakan jamu telat datang bulan, jamu pelancar haid atau jamu peluruh untuk menggugurkan kandungannya.

Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) mencatat jamu-jamuan untuk telat datang bulan atau pelancar haid kerap digunakan untuk aborsi.

"Banyak yang mencoba terminasi dengan jamu-jamuan. Jamu-jamuan kan nggak ada aturannya. Ini seharusnya peran pemerintah, mengapa aborsi tidak diperbolehkan tapi seperti jamu-jamuan itu tidak ada aturannya. Jadi seolah-olah mudah sekali mencari cara untuk aborsi karena itu banyak dijual bebas di toko obat. Seharusnya penjualan jamu-jamu seperti itu juga diatur," jelas Inne Silviane, Direktur Eksekutif PKBI Pusat, saat dihubungi detikHealth, Rabu (30/5/2012).

Selain jamu-jamuan yang banyak ditemui di warung jamu, obat-obatan anti prostaglandin juga digunakan oleh pelaku aborsi.

Prostaglandin adalah sejenis bahan kimia yang terjadi secara alami dalam tubuh yang mengatur ketegangan otot, termasuk kontraksi dan relaksasi otot. Obat ini biasanya harus dihindari oleh wanita hamil karena bisa memicu kontraksi rahim.

Sayangnya, jamu dan obat-obat yang dilarang untuk wanita hamil justru dimanfaatkan oleh wanita yang mengalami kehamilan tak diinginkan untuk praktek aborsi tidak aman.

Salah satu obat yang sering dipakai untuk aborsi adalah 'M', yang di Indonesia dipasarkan dengan nama dagang 'C'. Obat ini termasuk obat keras dan hanya bisa dibeli dengan resep dokter, namun kenyataanya banyak yang menjualnya di toko-toko obat maupun di situs internet.

"Menurut laporan kami, aborsi paling sering pakai obat. Tapi banyak juga yang gagal karena obatnya kedaluwarsa atau karena tertipu. Kadang sudah transfer uang, tapi obatnya tidak pernah dikirim," kata Inna Hudaya, seorang konselor bagi pelaku aborsi saat dihubungi detiHealth.

Padahal kalau dipakai dengan benar di bawah pengawasan dokter, aborsi dengan obat 'M' sebenarnya sama efektifnya dengan kuret hingga usia kehamilan 6 minggu. Di atas usia 6 minggu, kuret lebih efektif menghentikan kehamilan meski obat-obatan masih bisa memberikan efektifitas hingga 85 persen.

Menurut Inna, pilihan metode dan tempat untuk aborsi banyak dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan status ekonomi. Kaum terpelajar dari kalangan menengah ke atas biasanya memilih pertolongan medis seperti dokter atau bidan, baik dengan obat maupun tindakan lain seperti kuret.

Sebaliknya di kalangan masyarakat kurang mampu dan berpendidikan pas-pasan, dukun serta tukang pijat lebih sering menjadi pilihan.

Jenis ramuan serta metode yang digunakan biasanya sangat ekstrem, sehingga tidak dianjurkan karena bisa membahayakan nyawa ibu dan janin dalam kandungannya.

Menurut Maria, seorang bidan yang ditemui detikHealth, pelaku aborsi baru akan mendatangi dokter atau bidan ketika obat-obatan atau jamu-jamuan yang diminum tidak mempan.

"Biasanya pelaku aborsi yang menggunakan jamu atau obat-obatan menggunakan dosis yang tinggi, begitu ada perdarahan baru mereka datang mencari bantuan medis," kata bidan Maria yang mengaku sering menangani ibu rumah tangga yang gagal aborsi setelah minum jamu.

Kebanyakan menurut bidan Maria, si pelaku aborsi berharap janinnya keluar dengan hanya minum jamu atau obat-obatan. Tapi beberapa kasus untuk perempuan yang rahimnya kuat hal itu tidak terjadi.

"Untuk yang rahimnya kuat, prosesnya terjadi di dalam, janinnya tidak berkembang dan lama-lama mati atau daging yang tertinggal bisa menjadi kista atau tumor sehingga harus dilakukan kuret," ujarnya.

Apapun metodenya dan dimanapun tempatnya, aborsi tetap bukan pilihan terbaik untuk dijalani. Agar tidak perlu terjebak dalam pilihan yang serba tidak enak ini, salah satu cara yang bisa dilakukan adalah sebisa mungkin menghindari kehamilan yang tidak direncanakan.

Sumber: http://health.detik.com/read/2012/05/30/164631 /1928653/775/jamu-telat-datang-bulan-sering-disalahgunakan-untuk-aborsi?d8833health

Bocah Kakak Beradik Pemakan Pasir Gizi Buruk

Bocah Kakak Beradik Pemakan Pasir Gizi Buruk
Kakak beradik Rizki (8) dan Rio Jaya Saputra (4), warga di Desa Olo, Nagari Sunur, Kecamatan Nan Sabaris, Padangpariaman, Sumatra Barat, yang suka memakan pasir, ternyata menderita gizi buruk.

"Gizi anak saya memang kurang karena kami tak punya uang untuk membeli makanan bergizi. Selain itu, entah kenapa kedua anak saya juga suka makan pasir," kata ibu dua bersaudara itu, Marnis, di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Pariaman, Selasa (29/5).

Marnis yang mengaku sehari-hari bekerja membuat tikar pandan tidak sanggup memberikan makanan bergizi kepada anak-anaknya, termasuk membawanya berobat ke rumah sakit karena tidak memiliki Jamkesmas. Bidan setempat yang melihat kondisi Rizki dan Rio langsung merujuknya ke RSUD Pariaman.

Dokter Anak RSUD Pariaman dr Robert Simanjuntak menyatakan, berdasarkan hasil diagnoasa kedua bocah itu menderita gizi buruk jenis Marasmic-kwarsiorkhor. "Ini termasuk gizi buruk stadium berat, sangat kekurangan gizi, protein, dan energi," katanya.

Berdasarkan hasil labor, kata dia, kedua anak itu juga mengalami kekurangan protein berat. "Secara medis perawatan butuh waktu dua sampai tiga bulan melalui proses stabilisasi, transisi, dan rehabilitasi," katanya.

Pihak rumah sakit kini berupaya mengobati kedua anak itu tanpa melalui program Jamkesda maupun Jamkesmas. "Berdasarkan hasil ronsen, kedua anak itu ternyata setiap hari makan pasir karena kekurangan makanan. Saat dirawat, mereka makan nasi lahap sekali," katanya.
 

700 Juta Anak-anak di Dunia Teracuni Asap Rokok di Rumah

ilustrasi - wordoc.blogspot.com
Ada sekitar 700 juta atau separuh dari seluruh anak di dunia, termasuk bayi yang masih menyusui terpaksa harus menghisap asap rokok yang kebanyakan berasal dari ayah yang merokok di dalam rumah.

"Jadi kita fokus pada second-hand smoker. Itu 3 kali lebih berbahaya dari si perokok sendiri, karena perokok hanya terkena dampak 15 persen dari rokok yang dihisapnya, sedangkan 85 persen harus 'dinikmati' oleh orang-orang yang ada di sekitarnya, termasuk anak, ibu menyusui dan bayi," jelas Dr Harni Koesno, MKM, Ketua Umum Ikatan Bidan Indonesia (IBI), disela-sela acara Deklarasi KPK-Anti Rokok di Gedung Stovia, Jakarta, Kamis (31/5/2012).

Yang paling miris, banyak perokok yang melakukan kebiasaan merokoknya di dalam rumah sendiri, yang jelas-jelas dapat meracuni anak dan istrinya. Tak jarang ibu yang sedang menyusui dan bayinya pun jadi korban.

"Ada 700 juta anak atau separuh dari jumlah anak di dunia termasuk bayi yang masih menyusui harus terpapar asap rokok," tegas Dr Harni.

Bila ibu menyusui terpapar asap rokok, maka secara otomatis ASI yang dihasilkannya pun akan tercemar nikotin yang kemudian akan dihisap oleh bayi.

Tak bisa dibayangkan apabila 400 zat kimia berbahaya yang terkandung dalam rokok harus masuk ke tubuh mungil si bayi.

Bayi biasanya enggan atau bahkan tak mau menyusu bila tubuh si ibu bau rokok. Dan bayi yang minum ASI tercemar nikotin bisa mengalami muntah, diare atau kondisi lainnya yang dapat mengganggu pertumbuhannya.

"Belum lagi asap yang langsung terpapar pada bayi, dari ASI-nya saja sudah banyak. Makanya kita terus memberikan edukasi pada ibu dan perempuan, jauhkan dari tembakau," lanjut Dr Harni.

Kebanyakan pria akan merokok di dalam rumah karena di dalam rumah sendiri tidak ada larangan merokok seperti halnya di tempat umum atau tempat kerja.

Nah, disinilah peran para bidan. Bidan diminta dapat memberikan edukasi dan mengadvokasi perempuan dan ibu untuk bisa menjauhkan diri dari rokok.

"Kita ngasih tahu pada perempuan harus menghindari rokok. Lama-lama dia akan mengadvokasi suaminya, anak-anak mengadvokasi bapaknya. Karena bidan sahabat perempuan, maka kita melalui perempuan untuk menjauhkan diri dari rokok," tutup Dr Harni.

Dokter dan Bidan jangan Berkumpul di Kota Besar

ilustrasi - wordoc.blogspot.com
Tiga guru besar yang turut mengembangkan dan membesarkan Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Andalas-RSUP M Djamil Padang, memasuki masa pensiun atau purnabakti. Banyak pesan ditinggalkan para mahaguru tersebut kepada murid-muridnya, terutama soal moralitas sebagai dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan.

ADALAH Prof Dr Djusar Sulin SpOG(K), Prof Dr Mahjuddin Soeleman SpOG(K), dan Prof Dr K Suheimi SpOG(K), tiga dokter ahli kebidanan dan penyakit kandungan ini memasuki masa pensiun. Ketiganya, para guru bagi dokter spesialis alumni FK Unand yang kini bertebaran di mana-mana.

Sebagai penghargaan kepada guru besar tersebut, Bagian/SMF Obgin FK Unand-RSUP M Djamil mengadakan Malam Anugerah Purnabakti, Sabtu lalu (26/5).

Banyak pesan yang disam­pai­kan para guru besar ini untuk murid-murid­nya dalam aca­ra yang berlangsung sukses itu.

Prof Djusar Sulin, dengan suara yang masih tegas, meng­harapkan kebidanan menjadi lebih maju dari sekarang. Pe­ngamatan Djusar selama ini, setiap tahun Indonesia melu­lus­kan 100-200 ahli kebi­da­nan, tetapi mereka hanya ber­kum­pul di kota-kota besar saja. Sehingga tujuan peme­rintah menurunkan angka kematian ibu dan bayi tidak tercapai.

Djusar punya pikiran tentang pendidikan kebidanan. Seharusnya, kata Djusar, pe­me­rintah mendekatkan para ahli ke masyarakat. Jangan masyarakat mencari ahli. Arti­nya, pemerintah memper­ba­nyak dokter spesialis itu ke daerah-daerah. Sekarang di RSUD sudah ada 2 atau 3 dokter ahli, itu sudah cukup bagus. Dokter inilah yang datang ke puskesmas.

“Jadi, dokter yang men­jem­put bola, jangan masyarakat yang mencari bola. Di sinilah pentingnya pendidi­kan,” katanya.

Jika dilihat dari persentase jumlah mahasiswa kebidanan dan ibu hamil yang bisa di­tanga­ninya, tidak seimbang. Sehingga, mahasiswa itu sen­diri tidak memperoleh penga­laman bagaimana menolong persalinan yang benar.

 “Dia cuma melihat, tidak tahu apa yang dilakukan. Se­dangkan peraturan menuntut menjadi bidan itu harus meno­long persalinan. Ada targetnya. Mana akan tercapai. Sekolah sendiri kurang memper­siap­kan,” kata Djusar dengan suara yang agak bergetar.

Akibatnya, setelah izin prak­­tik bidan itu keluar, seba­gian bidan tidak melaksanakan tugas sesuai kewenangannya. “Datang pasien, kirim ke dok­ter rumah sakit rujukan, lalu dapat fee. Itu yang berlaku sekarang,” terang Djusar lagi.

Kepada murid-muridnya, dalam menghadapi fenomena seperti itu, Djusar selalu mena­namkan sikap moralitas. Kerja dalam bidang kebidanan, kerja yang berhubungan tidak saja antara dokter spesialis atau bidan dengan pasiennya. Teta­pi juga kerja punya pertalian dengan Tuhan, yang akan di­per­tanggungjawabkan kelak di hari akhir.

”Saya selalu tanamkan ke anak murid saya, jangan laku­kan hal seperti itu. Moralitas harus terjaga. Dalam pendi­dikan, soal moralitas ini yang harus dite­kankan,” kata Djusar sambil menarik napas yang dalam.

Pesan senada juga disam­pai­kan Prof Mahjuddin Soele­man, mendidik itu tidak bisa hanya dengan ilmu saja, tetapi juga harus langsung dipraktik­kan. Atas dasar itu, Mahjuddin menganggap alat-alat praktik di kebidanan masih minim, harus dilengkapi, dan bahkan kalau perlu diperbarui.

“Dulu pasiennya banyak, residen yang belajar sedikit. Sekarang pasiennya dua, resi­dennya puluhan. Akibatnya sudah dapat diduga, tentu pe­ngalaman menangani pasien men­jadi berkurang, maha­sis­wa hanya bisa menyerap ilmu secara teoritis, padahal ilmu kebidanan itu tidak bisa me­mahami secara teoritis belaka, tetapi harus langsung diprak­tik­kan. Mahasiswa ha­rus se­banyak mungkin men­dapat­kan pengalaman dalam ber­ha­dapan dengan pasien,” ungkap Mahjuddin.

Sementara itu, Prof K Su­hei­mi mengatakan, idealnya seorang bidan mampu me­nge­nal dan menolong persalinan dan merujuk yang memang tak mampu dikerjakannya. Se­dang­kan, dokter spesialis kan­dungan mengayomi dan mem­bina bidan, menjadi mitra dan tempat bidan mengadu dan bertanya. Sehingga tak ditemui kasus yang salah urus dan rujukkan yang tidak tepat.

”Sebagai ahli kebidanan saat berada di samping pasien harus mampu memberikan perto­long­­an yang maksimal. Dari itu, sa­ya berpesan ta­nam­kanlah tra­disi yang baik. Bila tradisi yang baik ini dilan­jut­kan orang, maka selama itu pahalanya akan me­ngalir pada kita,” pungkas­nya.

ilustrasi - wordoc.blogspot.com
Harapan

Usaha pembangunan dan pengembangan Bagian Obgin FK Unand telah dimulai sejak Bagian Obgin diberi hak untuk mendidik para calon spesialis obstetri ginekologi tahun 1971. Berbagai usaha telah dilaku­kan antara lain mengirim staf untuk pendidikan pada sub-spesialisasi (sekarang disebut konsultan) dan sekembalinya nanti akan mengembangkan Bagian Obgin FK Unand.

“Kembangkanlah Bagian Obgin ini dan bersatulah dengan meninggalkan hal-hal sepe­le yang tidak perlu diperde­bat­kan dengan mencari kata mu­fa­kat. Tanamkanlah rasa saling menghormati, dan saling me­ng­hargai sesama staf. Serta, di­diklah para residen dan maha­sis­wa sesuai dengan standar yang telah ada tanpa mem­bedakan mereka. Kami para purnawan akan selalu membe­ri­kan pandangan dan penda­pat jika diperlukan,” pesan Prof Djusar Sulin.
 
Sumber: http://padangekspres.co.id/? news=berita&id=29140

Papua Kurang Ribuan Bidan

ilustrasi - wordoc.blogspot.com
Provinsi Papua saat ini masih kekurangan tenaga bidan sebanyak 2.565 orang. Sebagian besar kampung-kampung di Papua hingga kini tidak ada tenaga kesehatan.

Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Papua, Yosef Rinto di Merauke, mengungkapkan, tenaga bidan tersebut dibutuhkan untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada ibu-ibu melahirkan guna menurunkan angka kematian ibu dan anak yang masih tinggi. "Papua kini sedang gencar-gencarnya berupaya menurunkan angka kematian ibu dan anak," ujarnya.

Untuk mengatasi kekurangan tenaga bidan, Dinas Kesehatan Papua, tengah memberdayakan dan melatih kembali kader-kader kesehatan di kampung-kampung. "Ini supaya mereka bisa melakukan pengobatan sederhana," katanya.

Di samping itu, juga menugaskan para bidan dan perawat dari kampung ke kampung selama enam bulan. Mereka juga akan melatih dukun-dukun bersalin untuk membantu persalinan di kampung.

ilustrasi - wordoc.blogspot.com
Selain kekurangan tenaga bidan, menurut Rinto, sarana kesehatan di Papua juga masih terbatas. Karena itu, saat ini didorong pembangunan rumah sakit-rumah sakit di kabupaten pemekaran dan puskesmas-puskesmas pembantu di kampung-kampung. Saat ini di di seluruh Papua ada 27 rumah sakit, 686 puskesmas, dan 462 polindes.

Menuju BPJS, Kemenkes Benahi Sarana Kesehatan

ilustrasi - wordoc.blogspot.com
Untuk menghadapi pelaksanaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan pada 1 Januari 2014, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) berupaya membenahi dan meningkatkan sarana pelayanan kesehatan di berbagai daerah. Seperti pemenuhan kebutuhan tempat tidur di tahun 2014, mendirikan RS Pratama di 42 kabupaten/kota, perbaikan dan pembangunan Puskesmas di 385 kecamatan serta mengembangkan sistem informasi pada sistem rujukan.
Demikian dipaparkan Sekjen Kemenkes, Ratna Rosita dalam rapat dengar pendapat (RDPU) bersama Komisi IX DPR RI, Kamis (31/5). Mengacu Keputusan Menteri Kesehatan No.176/Menkes/SK/V/2012 tentang Kelompok Kerja Persiapan Pelaksanaan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), telah dibentuk ena Kelompok Kerja (Pokja). Salah satunya adalah Pokja fasilitas kesehatan (Faskes), sistem rujukan dan infrastruktur.
Pokja tersebut menurut Ratna bertugas menyiapkan fasilitas pelayanan kesehatan berupa Puskesmas, RS, Balai Kesehatan dan tempat tidur kelas III. Juga menyiapkan sistem rujukan, tata cara prosedur pelayanan dan pelayanan dasar melalui dokter keluarga melalui gatekeeper. Serta menyiapkan standar pelayanan minimal, pemanfaatan pemangku kepentingan lewat program CSR dan RS swasta, audit pelayanan kesehatan dan implementasi Health Technology Assessment.
Prioritas pemenuhan sarana kesehatan itu menurut Ratna akan dilakukan di daerah yang tidak memiliki RS dan Puskesmas. Untuk Puskesmas yang mengalami kerusakan tingkat sedang sampai berat akan dilakukan perbaikan, termasuk akses terhadap air bersih dan listrik. Dana sebesar Rp5,1 triliun dibutuhkan untuk memenuhi target 100 ribu unit tempat tidur di tahun 2014 dan alokasi anggarannya menurut Ratna dapat diperoleh dari APBN dan APBD.
Agar daerah yang lokasinya terpencil dapat dijangkau oleh pelayanan kesehatan maka Kemenkes menambah jumlah RS bergerak di 20 kabupaten. Sebelumnya RS serupa telah dibangun di 14 kabupaten, mayoritas di wilayah timur Indonesia.
Selain membangun gedung baru untuk RS dan Puskesmas, Kemenkes mengusulkan untuk menambah jumlah peralatan kesehatan dan mobil ambulans dengan total anggaran sebesar Rp26,5 triliun. Pada tahun 2012 Kemenkes sedang mendorong agar dokter keluarga dapat menangani pelayanan kesehatan yang sifatnya primer.
Dalam hal sumber daya manusia dan pembangunan kapasitas di bidang kesehatan, Ratna menyebut Kemenkes telah melakukan pendataan terhadap tenaga kesehatan yang ada di institusi pemerintah. Hasilnya, jumlah dokter umum, perawat dan bidan dinilai sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan yang ada. Persoalan terdapat dalam hal distribusi, oleh karenanya Ratna berpendapat akan menyelaraskan antara fasilitas pelayanan dan ketersediaan tenaga kesehatan.
Namun, masih terdapat jenis tenaga kesehatan yang ketersediaannya belum memenuhi kebutuhan masyarakat, sehingga pemenuhan tenaga kesehatan masih terus dibutuhkan. Untuk memenuhi hal tersebut Ratna menyebut Kemenkes melakukan beberapa strategi yaitu mengadakan program pendidikan dokter spesialis. Serta menggencarkan program dokter plus, yaitu dokter umum yang diberi kompetensi tertentu.
“Dokter plus ini diberikan kepada daerah-daerah yang tidak ada dokter spesialisnya,” kata Ratna kepada Komisi IX DPR RI di Jakarta, Kamis (31/5).
Untuk memenuhi kebutuhan tenaga kesehatan, Kemenkes akan melakukan penugasan khusus perorangan yang tergolong residen dan D3 dengan honor yang diberikan dari Kemenkes. Serta pengangkatan sebagai pegawai tidak tetap (PTT) dalam 3 periode/tahun dan tidak bekerja terus-menerus. Perbaikan regulasi perekrutan, penempatan dan pembinaan jenjang karir tenaga kesehatan menurut Ratna juga akan dilakukan.
Menanggapi penjelasan itu, anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi Golkar, Endang Agustini Syarwan, mengatakan penjabaran Sekjen Kemenkes tentang pelayanan yang bersifat preventif dan promotif tidak rinci. Padahal, pelayanan itu berkaitan penting dengan kesehatan masyarakat. Mengenai rencana pelayanan kesehatan dasar lewat dokter keluarga, bagi Endang sebaiknya dijelaskan siapa saja yang direkrut dan bagaimana mekanisme pengupahannya.
“Sampai hari ini persoalan gaji dokter dan tenaga kesehatan lain belum ada standarnya,” tutur Endang menjelaskan pentingnya aturan penetapan standar gaji untuk berbagai jenis pekerja kesehatan.
Menurut Endang standar pengupahan tenaga kesehatan sampai hari ini tidak jelas dan Kemenkes harus menerbitkan regulasi yang mengatur tentang pengupahan tersebut. Sedangkan soal penempatan dokter keluarga, Endang melanjutkan, diharapkan terdapat pola yang jelas, apakah berdasarkan tingkat desa, kecamatan, kabupaten atau besaran jumlah penduduk.
ilustrasi -  Jaminan Sosial untuk seluruh rakyat Indonesia
Mengenai pembangunan Puskesmas baru, Endang mengatakan jumlah Puskesmas yang kondisinya rusak sangat banyak. Dia khawatir jika anggaran yang ada tidak cukup untuk merealisasikan rencana pembangunan Puskesmas itu. Endang mengusulkan agar Kemenkes memilih mana yang menjadi prioritas, apakah membangun Puskesmas baru atau memperbaiki yang rusak.
Terpisah, koordinator advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar, berpendapat seharusnya Kemenkes lebih mengutamakan pembenahan Puskesmas ketimbang membangun RS baru. Timboel berharap perbaikan Puskesmas itu dilakukan dengan serius agar kondisinya layak untuk memberi pelayanan kesehatan bagi rakyat. “Justru kalau dibangun RS baru maka butuh waktu dan biaya,” tukas Timboel kepada hukumonline di gedung DPR RI, Jakarta (31/5).
Untuk daerah yang belum memiliki Puskesmas, menurut Timboel harus dibangun Puskesmas. Selain itu Puskesmas mestinya diberdayakan agar dapat menjadi rujukan rawat inap. Serta ada dokter spesialis yang ditempatkan di Puskesmas. Mengingat Puskesmas terdapat setidaknya di tiap kecamatan, maka Timboel menilai Puskesmas menjadi salah satu solusi atas kekurangan tempat tidur dan tidak meratanya distribusi fasilitas kesehatan seperti yang disebutkan Kemenkes.

Sumber: http://www.hukumonline.com/berita/ baca/lt4fc87597bb459/menuju-bpjs--kemenkes-benahi-sarana-kesehatan