Dokter dan Bidan jangan Berkumpul di Kota Besar

ilustrasi - wordoc.blogspot.com
Tiga guru besar yang turut mengembangkan dan membesarkan Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Andalas-RSUP M Djamil Padang, memasuki masa pensiun atau purnabakti. Banyak pesan ditinggalkan para mahaguru tersebut kepada murid-muridnya, terutama soal moralitas sebagai dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan.

ADALAH Prof Dr Djusar Sulin SpOG(K), Prof Dr Mahjuddin Soeleman SpOG(K), dan Prof Dr K Suheimi SpOG(K), tiga dokter ahli kebidanan dan penyakit kandungan ini memasuki masa pensiun. Ketiganya, para guru bagi dokter spesialis alumni FK Unand yang kini bertebaran di mana-mana.

Sebagai penghargaan kepada guru besar tersebut, Bagian/SMF Obgin FK Unand-RSUP M Djamil mengadakan Malam Anugerah Purnabakti, Sabtu lalu (26/5).

Banyak pesan yang disam­pai­kan para guru besar ini untuk murid-murid­nya dalam aca­ra yang berlangsung sukses itu.

Prof Djusar Sulin, dengan suara yang masih tegas, meng­harapkan kebidanan menjadi lebih maju dari sekarang. Pe­ngamatan Djusar selama ini, setiap tahun Indonesia melu­lus­kan 100-200 ahli kebi­da­nan, tetapi mereka hanya ber­kum­pul di kota-kota besar saja. Sehingga tujuan peme­rintah menurunkan angka kematian ibu dan bayi tidak tercapai.

Djusar punya pikiran tentang pendidikan kebidanan. Seharusnya, kata Djusar, pe­me­rintah mendekatkan para ahli ke masyarakat. Jangan masyarakat mencari ahli. Arti­nya, pemerintah memper­ba­nyak dokter spesialis itu ke daerah-daerah. Sekarang di RSUD sudah ada 2 atau 3 dokter ahli, itu sudah cukup bagus. Dokter inilah yang datang ke puskesmas.

“Jadi, dokter yang men­jem­put bola, jangan masyarakat yang mencari bola. Di sinilah pentingnya pendidi­kan,” katanya.

Jika dilihat dari persentase jumlah mahasiswa kebidanan dan ibu hamil yang bisa di­tanga­ninya, tidak seimbang. Sehingga, mahasiswa itu sen­diri tidak memperoleh penga­laman bagaimana menolong persalinan yang benar.

 “Dia cuma melihat, tidak tahu apa yang dilakukan. Se­dangkan peraturan menuntut menjadi bidan itu harus meno­long persalinan. Ada targetnya. Mana akan tercapai. Sekolah sendiri kurang memper­siap­kan,” kata Djusar dengan suara yang agak bergetar.

Akibatnya, setelah izin prak­­tik bidan itu keluar, seba­gian bidan tidak melaksanakan tugas sesuai kewenangannya. “Datang pasien, kirim ke dok­ter rumah sakit rujukan, lalu dapat fee. Itu yang berlaku sekarang,” terang Djusar lagi.

Kepada murid-muridnya, dalam menghadapi fenomena seperti itu, Djusar selalu mena­namkan sikap moralitas. Kerja dalam bidang kebidanan, kerja yang berhubungan tidak saja antara dokter spesialis atau bidan dengan pasiennya. Teta­pi juga kerja punya pertalian dengan Tuhan, yang akan di­per­tanggungjawabkan kelak di hari akhir.

”Saya selalu tanamkan ke anak murid saya, jangan laku­kan hal seperti itu. Moralitas harus terjaga. Dalam pendi­dikan, soal moralitas ini yang harus dite­kankan,” kata Djusar sambil menarik napas yang dalam.

Pesan senada juga disam­pai­kan Prof Mahjuddin Soele­man, mendidik itu tidak bisa hanya dengan ilmu saja, tetapi juga harus langsung dipraktik­kan. Atas dasar itu, Mahjuddin menganggap alat-alat praktik di kebidanan masih minim, harus dilengkapi, dan bahkan kalau perlu diperbarui.

“Dulu pasiennya banyak, residen yang belajar sedikit. Sekarang pasiennya dua, resi­dennya puluhan. Akibatnya sudah dapat diduga, tentu pe­ngalaman menangani pasien men­jadi berkurang, maha­sis­wa hanya bisa menyerap ilmu secara teoritis, padahal ilmu kebidanan itu tidak bisa me­mahami secara teoritis belaka, tetapi harus langsung diprak­tik­kan. Mahasiswa ha­rus se­banyak mungkin men­dapat­kan pengalaman dalam ber­ha­dapan dengan pasien,” ungkap Mahjuddin.

Sementara itu, Prof K Su­hei­mi mengatakan, idealnya seorang bidan mampu me­nge­nal dan menolong persalinan dan merujuk yang memang tak mampu dikerjakannya. Se­dang­kan, dokter spesialis kan­dungan mengayomi dan mem­bina bidan, menjadi mitra dan tempat bidan mengadu dan bertanya. Sehingga tak ditemui kasus yang salah urus dan rujukkan yang tidak tepat.

”Sebagai ahli kebidanan saat berada di samping pasien harus mampu memberikan perto­long­­an yang maksimal. Dari itu, sa­ya berpesan ta­nam­kanlah tra­disi yang baik. Bila tradisi yang baik ini dilan­jut­kan orang, maka selama itu pahalanya akan me­ngalir pada kita,” pungkas­nya.

ilustrasi - wordoc.blogspot.com
Harapan

Usaha pembangunan dan pengembangan Bagian Obgin FK Unand telah dimulai sejak Bagian Obgin diberi hak untuk mendidik para calon spesialis obstetri ginekologi tahun 1971. Berbagai usaha telah dilaku­kan antara lain mengirim staf untuk pendidikan pada sub-spesialisasi (sekarang disebut konsultan) dan sekembalinya nanti akan mengembangkan Bagian Obgin FK Unand.

“Kembangkanlah Bagian Obgin ini dan bersatulah dengan meninggalkan hal-hal sepe­le yang tidak perlu diperde­bat­kan dengan mencari kata mu­fa­kat. Tanamkanlah rasa saling menghormati, dan saling me­ng­hargai sesama staf. Serta, di­diklah para residen dan maha­sis­wa sesuai dengan standar yang telah ada tanpa mem­bedakan mereka. Kami para purnawan akan selalu membe­ri­kan pandangan dan penda­pat jika diperlukan,” pesan Prof Djusar Sulin.
 
Sumber: http://padangekspres.co.id/? news=berita&id=29140