Kasus Meningkat, Bidan Diminta Siaga HIV/AIDS

ilustrasi - wordoc.blogspot.com
Tingginya kasus HIV/AIDS membuat Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Tabanan miris. Data terbaru, dari 250 ibu hamil, 1,2 persen ditemukan positif HIV/AIDS. Akibatnya, sejumlah bayi tertular penyakit mematikan itu sejak lahir. Tak ingin kasus serupa makin meluas, seluruh tenaga bidan diminta siaga. Mereka wajib merujuk ibu hamil ke klinik VCT jika ditemukan terjangkit HIV/AIDS.

“Peran bidan sangat menentukan keberhasilan lahirnya bayi tanpa risiko, terutama yang sudah terjangkit HIV/AIDS,” kata Wakil Bupati (Wabup) Tabanan Komang Gede Sanjaya di sela pelatihan bidan dalam peningkatan rujukan ke VCT, Selasa (22/5) kemarin.

Dijelaskan, berdasarkan data KPA Provinsi Bali tahun 2011, kalangan ibu rumah tangga menempati rangking pertama penderita HIV/AIDS. Menurut Wabup, kondisi ini akibat penularan dari kalangan suami. Kebanyakan, profesinya adalah sopir, buruh kasar, petani dan wiraswasta. Wabup menambahkan, jajaran bidan wajib memiliki keterampilan dalam mendeteksi kasus HIV/AIDS pada ibu hamil. Sehingga, mampu memberikan konseling dasar, termasuk membawa ibu hamil yang berisiko ke klinik VCT. “Semua bidan harus mampu mendeteksi sejak dini, lalu dirujuk ke klinik VCT,” katanya. Yang terpenting kata Wabup, para bidan ikut memberikan pemahaman bagi anggota keluarga jika terdeteksi HIV/AIDS. “Jika ada yang terjangkit, jangan dikucilkan,” katanya.

Sementara, Kepala Dinas Kesehatan Tabanan dr. Nyoman Suratmika menegaskan, hingga Februari 2012, penyebaran HIV/AIDS di Tabanan sudah menembus 362 kasus. Dari jumlah, penderita wanita 132 orang dan pria 230 kasus. Korban meninggal mencapai 29 orang. Selain bidan, digelar juga pelatihan bagi Kader Desa Peduli AIDS (KDPA). Para kader ini kepanjangan dari KPA di kabupaten. Totalnya mencapai 175 kader yang tersebar di 133 desa. Kader ini akan bertugas memberikan pendampingan jika ada warga yang positif HIV/AIDS, bahkan hingga korban meninggal ikut mengurusnya.
Sumber: http://www.balipost.co.id/mediadetail.php? module=detailberita&kid=2&id=65618

Puskesmas 24 Jam di Perkotaan

ilustrasi - wordoc.blogspot.com
Puskesmas 24 Jam kini telah dibuka di beberapa daerah pinggiran Kota Tepian. Hingga kini sudah ada tiga Puskesmas, yakni Puskesmas Palaran, Puskesmas Sungai Siring dan Trauma Center di Loa Janan Ilir.
Tujuan awal dibentuknya Puskesmas 24 Jam adalah untuk menyangga pelayanan kesehatan awal guna mengurangi intensitas rujukan ke rumah sakit. Prinsipnya adalah jika masih bisa ditangani di Puskesmas, maka tidak perlu lagi dirujuk ke rumah sakit.
Demikian dijelaskan Kepala Dinas Kesehatan (DKK) Kota Samarinda, drg Nina Endang Rahayu kemarin.
"Untuk sementara kita buka Puskesmas 24 Jam ini di pinggiran kota dulu, yang jauh dari jangkauan rumah sakit. Namun tidak menutup kemungkinan, ke depannya akan kita buka di tengah kota, tapi jika yang di pinggiran sudah terkover semua," terangnya.
Menurutnya, alasan penempatan prioritas untuk wilayah pinggiran karena walaupun biaya pengobatan dan perawatan ditanggung oleh pemerintah, namun bila kasus kesehatan mengharuskan pasien dirawat, akan lebih memudahkan keluarga pasien menjenguk.
Penanganan kesehatan yang penuh bisa dilakukan di Puskesmas 24 Jam karena sudah dilengkapi oleh dokter, perawat, bidan dan apotek.
"Sepertinya tidak efisien kalau kita mendahulukan di perkotaan untuk Puskesmas 24 Jam ini, karena jarak ke rumah sakit dekat, hanya perlu waktu lima menit sudah sampai rumah sakit. Jadi untuk efisiensi, sekarang masih kita tempatkan di Puskesmas yang jauh dulu," lanjutnya.

Sumber: http://www.sapos.co.id/index.php/berita/detail/ Rubrik/18/36519

4 Cara Cermat Merawat Bayi Baru Lahir

ilustrasi - wordoc.blogspot.com
Merawat bayi baru lahir menjadi pengalaman yang sangat membahagiakan bagi orangtua baru. Peran baru sebagai seorang ibu selain menggembirakan terkadang juga menimbulkan kekhawatiran. Selama ibu mengikuti petunjuk perawatan bidan atau dokter, maka tidak perlu cemas. Satu hal yang perlu diperhatikan saat merawat bayi adalah hati-hati, cermat dan tidak mudah panik.
Ada beberapa perhatian penting yang perlu diketahui sehubungan dengan perawatan bayi baru lahir di rumah. Kebiasaan-kebiasaan yang perlu diketahui agar dapat memberikan perawatan terbaik bagi bayi antara lain :
1. Bayi baru lahir tidak  perlu memakai gurita.
Perawatan bayi dengan mengenakan gurita perlahan kini sudah mulai ditinggalkan. Penggunaan gurita pada bayi justru akan menekan bagian perut bayi dan membuat bayi kesulitan bernafas. Seandainya ibu ingin tetap mengenakan gurita sebaiknya ikatan harus longgar. Jangan khawatir bahwa tali pusat bayi akan tergeser dan cemas bayi akan kesakitan.
Pemakaian gurita yang terlalu ketat justru akan menekan lambung dan membuat bayi tidak nyaman. Selain itu, bayi juga sedang masa pertumbuhan organ tubuhnya. Ibu khawatir perut bayi akan kembung? Tak perlu cemas. Tidak ada bayi kembung akibat tidak menggunakan gurita sejak bayi.
Pada bayi, memang otot dinding perut masih belum kuat dan sangat lentur, sehingga kadang tampak lebih besar. Seiring dengan pertumbuhan dan gerak bayi semakin aktif otot-otot tubuh bayi akan semakin kencang dan bila sudah mulai merangkak dan berjalan  secara alami kondisi perut bayi akan lebih kencang karena sudah ada gerakan dan aktivitas.
Cara perawatan tali pusar terbaru, sebaiknya tali pusar dibiarkan terbuka tanpa dibalut kain kassa dan cukup diolesi alkohol saat di rumah sakit. Selanjutnya di rumah setiap mandi disabuni dan dibersihkan. Bagaimana jika  nanti pusarnya bodong karena tidak memakai gurita? Pusar yang baru lepas kadang pangkalnya tampak menyembul sedikit hal yang wajar, kecuali  kondisi hernia umbilikalis yang berat, maka perlu rujukan untuk ke dokter anak guna perawatan lebih lanjut. Perawatan tali pusar setelah lepas juga tidak perlu ditempeli uang koin untuk mencegah tidak bodong.
2. Perawatan bayi dengan bedong
Bayi baru lahir memang membutuhkan kehangatan, namun bukan dengan membungkusnya rapat-rapat dengan kain bedong. Bila ingin memberi kehangatan, sebaiknya lipatan kain jangan terlalu erat. Sangat disarankan untuk lebih sering membebaskan bayi dari bedong agar bayi dapat bergerak bebas. Merawat bayi dengan  membungkus kain bedong menjadi kebiasaan sebagian orangtua selain untuk kehangatan juga karena mereka cemas bila melihat bayinya seperti ada reflek terkejut atau dalam bahasa medis disebut hynogogic startles.
Gerakan seperti refleks terkejut terlihat pada tangan dan kaki bayi seperti kejang dan gemetar namun hanya beberapa detik. Hal ini normal dan akan menghilang sendiri ketika bayi memasuki usia 3 bulan. Cara mengatasinya memberi kehangatan dan kenyamanan dengan memeluk, meletakkan telapak tangan ibu di dada bayi dengan lembut jika terkejut karena suara keras dan memperbaiki posisi tidurnya agar nyaman. Mungkin, ibu khawatir kaki bayinya akan bengkok. Tak perlu cemas. Bayi baru lahir memang kakinya cenderung bentuknya agak bengkok dan menekuk.
Posisi kaki  saat bayi baru lahir memang masih belum bisa lurus  sehubungan dengan posisi bayi dalam kandungan. Secara perlahan nanti posisi kaki akan normal kembali. Kecuali bila  ada kelainan  pada bentuk tulang, tentu bidan akan menginformasikan cara perawatan lebih lanjut. Perhatian pada  bayi yang panas tidak  boleh dibedong, justru akan semakin meningkatkan suhu tubuhnya, dan bayi akan sesak karena tidak bisa bernafas dengan leluasa. Ibu sebaiknya membebaskan tangan dan kaki bayi dari ikatan bedong saat menyusui agar bayi juga bisa bersentuhan dengan ibunya. Kontak fisik ini sangat penting bagi bayi.
Bayi baru lahir sebaiknya tidak perlu diberi bedak tabur seluruh tubuh usai mandi. Resiko terhirup serbuk halus dari bedak tabur akan  masuk paru -paru dan mengganggu pernafasan bayi. Bila memang ingin memberi bedak sebaiknya gunakan bedak padat dengan spon lembut. Cukup usap tipis pada daerah  lipatan paha, lipatan bawah lutut,  ketiak,  dan leher.
Jaga kebersihan saat bayi mandi dengan menyabuni daerah ketiak dan lipatan leher dengan cermat. Akan lebih baik jika bayi setiap selesai mandi kulit bayi tidak diberi bedak tabur atau talk sama sekali. Perawatan bayi usai buang air kecil dan buang air besar dengan menabur bedak di pantat atau alat kelamin tidak direkomendasikan lagi. Menabur bedak justru  akan menumpuk kotoran pada daerah alat kelamin bayi dan mudah terjadi lecet atau iritasi. Pori-pori kulit bayi masih sangat sensitif dan perlu sirkulasi udara terutama di daerah pantat dan alat kelamin yang tertutup. Setiap bayi buang air kecil atau buang air besar cukup bersihkan dengan kapas yang dibasahi air hangat dan keringkan dengan handuk  lembut.
4. Penggunaan popok yang aman.
Sebaiknya, perawatan bayi menggunakan popok kain yang berbahan katun lembut. Bila terpaksa mengunakan pampers saat berpergian, sebaiknya sering diperhatikan kondisi pampers. Ganti setiap basah. Anjuran terbaik adalah gunakan popok kain dari bahan katun yang lembut. Popok kain selain ramah lingkungan juga aman untuk bayi. Bayi terhindar dari resiko alergi dan  infeksi  dan ruam popok. Salam hangat semoga bermanfaat.
Selamat menjalani peran menjadi ibu baru.
Sumber: http://health.kompas.com/read/2012/05/23/16534975/ 4.Cara.Cermat.Merawat.Bayi.Baru.Lahir

Rendah, Jumlah Bayi yang Mendapatkan ASI

ilustrasi - wordoc.blogspot.com
Ketua Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Cabang Su­ma­tera Barat,  Mulyati Usman, menga­takan, banyak hal dalam pelayanan kesehatan ibu dan anak yang harus menjadi perhatian ber­sama, kususnya bidan, yang menjadi leading sektor. Seperti, masih ren­dahnya jumlahya bayi yang men­dapatkan Air Susu Ibu (ASI) secara eksklusif dan Keluarga Beren­cana (KB) pascapersalinan.

Masalah lainnya, belum maksi­malnya pelayanan keonseling pada ibu hamil dan masa nifas, imunisasi bayi, sosialisasi kesehatan produksi remaja, termasuk pelayanan gratis kepada keluarga kurang mampu.

”Makanya, untuk lebih meningkat­kan peran bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyara­kat, IBI Sumbar mengadakan kerjasa­ma dengan Badan Koordinasi Ke­luarga Berencana Nasional (BKKBN),” katanya.

Hal itu dikemukakan Mulyati Usman, pada peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) IBI di Bukittinggi sekaligus mencanangkan Bulan bhakti sosial IBI Keluarga Berencana Kese­hatan, yang dilaksanakan pada bulan Mei dan Juni mendatang. Kegiatan itu tertajuk ‘Aksi Nyata Bidan untuk Mendukung Percepatan Pencapaian Millenium Development Goals tahun 2015’.

Menurutnya, IBI mempunyai tang­gungjawab yang besar mem­bantu prog­ram pemerintah dalam bidang ke­sehatan, termasuk men­jaga, me­ning­­katkan kualitas pela­yanan serta kua­litas bidan. Ker­jasama dengan BKKBN itu, dalam ben­tuk pelatihan, de­ngan tujuan kom­petensi bidan me­ngala­mi pe­ning­katan, dan tahun ini di­pe­run­tukan bagi 20 orang bidan yang ter­sebar pada seluruh kabu­paten/kota.

Sedangkan tahun sebelumnya sudah 600 orang bidan mendapatkan sertifikasi. Mulyati berharap, seluruh bidan yang  tergabung dalam orga­nisasi IBI memanfaatkan momen itu sebagai syarat memenuhi persyaratan sertifikasi bidan. Karena sertifikasi merupakan salahsatu bentuk praktek dalam pelayanan. 

Sebab, sesuai amanat Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 1.464, bahwa yang boleh memberikan pelayanan kepada ma­sya­rakat adalah bidan yang telah dilatih dan menjalankan program pemerintah.

Sumber:  http://padangekspres.co.id/?news=berita& id=28705

Bidan Swasta Kurang Minati Jampersal

Program Jaminan Persalinan (Jampersal) yang dijalankan Dinas Kesehatan Padang se­jak awal 2011 lalu kurang di­minati bidan swasta. Hing­ga Mei ini, program tersebut  baru diikuti 129 bidan swasta. Alasannya, tidak adanya tem­pat praktik, biaya praktik ter­la­lu kecil dan kekurangan pasien.

Data Dinas Kesehatan Pa­dang, jumlah bidan swasta diperkirakan 270 bidan. 141 di antaranya belum mela­ku­kan teken kontrak kerja sama un­tuk program ini. Semen­tara data persalinan melalui Jam­persal di Padang pada 2011 mencapai 168 persa­linan.

“Kami intens mengajak bidan-bidan swasta bekerja sama mendukung program tersebut. Nyatanya, masih kurang diminati program Jampersal,” ungkap Kabid Jaminan dan Sarana Keseha­tan Dinkes Padang, Novita Latina kepada Padang Eks­pres, kemarin  (22/5).

Untuk program Jamper­sal telah ditetapkan biaya per­sa­linan akan diterima bi­dan Rp 350 ribu sekali persalinan. “Se­mentara biaya tersebut diang­gap terlalu kecil oleh bidan karena biasanya keba­nya­kan bidan menetap­kan har­ga se­kitar Rp 500 ribu untuk sekali persalinan,” sebutnya.

Novita mengatakan, program Jampersal tersebut dapat menekan angka kematian untuk ibu melahirkan dan anak dilahirkan. “Seharusnya para bidan mengerti dengan hal tersebut. Bukan memen­ting­kan uang yang didapat dari hasil persalinan, karena bidan pengayom masyarakat sesuai sumpah dan ikrar yang mereka ucapkan selama me­nem­puh pendidikan di dunia kesehatan,” tegasnya.

Ia berharap bidan swasta turut menyukseskan program Jampersal dan mendatangi puskesmas-puskesmas di kecamatan masing-masing. Ke­mu­dian, melakukan tekan kon­trak dengan Dinas Kese­ha­tan. “Kami menunggu ke­da­tangan para bidan swasta yang akan bergabung,” tukas­nya.

Sumber: http://padangekspres.co.id/?news=berita &id=28722

Ingin Bidan PTT, Warga Kuansing Tertipu Rp 24 Juta

Seorang warga Kuansing menderita kerugian Rp 24 juta. Ia menjadi korban penipuan, seseorang yang menjanjikannya sebagai bidan PTT.

Riauterkini-PEKANBARU-banyak cara bagi orang mencari kesempatan untuk mencari uang. Bagi yang tidak hati hati, niscaya akan menjadi korbannya.

Hal ini terjadi buat Farani Nurul Hajar (21), warga Desa Beringin Jaya RT 11 RW 5, Kecamatan Kuantan Sengingi Hilir, Kabupaten Kuansing. Keinginannya untuk mendapatkan pekerjaan akhirnya berujung sial. Bahkan puluhan juta uangnya raib. Ujung ujungnya, Farani yang telah menjadi korban penipuan calo itu, membuat laporan kepolisi.

Kepada polisi korban menuturkan, dirinya yang selesai menamatkan kuliah di Akedemi kebidanan, ditawari seseorang untuk bekerja sebagai bidan pegawai tidak tetap (PTT) di Kota Pekanbaru.

Waktu itu tanggal 10 januari 2012 lalu, sekitar pukul 11.00 WIB. Melalui teman korban, Rahmatul Hidayat. Korban bertemu dengan pelaku Yulia Safitri (26) di Jalan Jendral Sudirman samping Purna MTQ.

Dalam pertemuan itu, pelaku bisa membantu korban menjadi bidan PTT di Pemko Pekanbaru, yang otomatis korban sanggup memberi uang pelicin sebagai biaya administrasi (ADM) sebesar Rp 24 juta.

Ucapan janji pelaku itu disanggupi oleh korban, dan beberapa hari kemudian, korban menyerahkan uang tersebut kepada pelaku.

Namun setelah korban menyerahkan semua kelengkapan ADM nya. Hingga sekarang janji pelaku tak terbukti. Jangankan diterima menjadi bidan PTT, dipanggil untuk test saja korban tidak ada. Bahkan lebih menyakit, keberadaan pelaku juga tidak diketahui. Hingga akhirnya korban membuat laporan tindak pidana penipuan.

Kabid Humas Polda Riau, AKBP Syarif Pandiangan ketika dikonfirmasi wartawan Ahad (20/5/12) siang, membenarkan adanya laporan kasus penipuan yang diterima pihaknya.

" Saat ini laporan tersebut sedang ditindak lanjuti pihaknya," ujar Pandiangan.***(har)

Disayangkan, Bidan dan Dokter Gagal Sosialisasikan Program KB

Disayangkan Bidan dan Dokter Gagal Sosialisasikan Program KB
ANTARA/Septianda Perdana/zn

JAKARTA--MICOM: Kontribusi puluhan ribu bidan dan dokter yang telah mendapatkan paket pelatihan teknologi kontrasepsi terkini dinilai masih rendah.

Rendahnya penggunaan alat kontrasepsi jangka panjang di masyarakat memperbesar risiko gagal KB pada peserta.

"Dari hasil evaluasi sementara, bidan dan dokter yang telah mendapat pelatihan secara gratis pada tahun lalu masih kesulitan menjaring peserta," sesal Kepala Pusdiklat Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Nofrijal, di Jakarta, Rabu (25/4).

Lebih rinci Nofrijal menjelaskan, pada tahun lalu pemerintah memberikan paket pelatihan teknologi kontrasepsi terkini (Contraceptive Technology Update-CTU) secara gratis pada 35 ribu bidan dan 9.100 dokter umum di 33 provinsi.

Tujuan dari pelatihan ini adalah agar terdapat peningkatan secara nasional pemakaian alat kontrasepsi jangka panjang.

Oleh sebab itu, selain memberikan pelatihan pemasangan jenis alat kontrasepsi jenis IUD (Intra Uterine Device) dan implan, BKKBN juga mendistribusikan IUD kit sebanyak 20.618 dan implant kit sebanyak 14.948 set.

Pascapelatihan, BKKBN menargetkan dari setiap bidan dan dokter yang dilatih telah mendapat minimal tiga peserta KB yang mendapat layanan IUD dan tiga peserta mendapat layanan implan.

Pencapaian target ini menjadi persyaratan dari pemerintah agar mereka yang dilatih bisa memperoleh sertifikasi kompetensi CTU.

Namun berdasarkan hasil evaluasi, pemasangan IUD yang berhasil diberikan kepada peserta KB hanya 39 ribu unit atau jika dirata-rata secara nasional per orang hanya bisa memasang 0,9 IUD. Sementara implan yang berhasil dipasang hanya 48 ribu atau rata-rata hanya 1,1 unit.

"Capaian ini masih jauh dari target. Padahal target pemasangan IUD dan implan telah kita kurangi dari minimal lima menjadi tiga saja," keluh Nofrijal. (Tlc/OL-9) 
 

Pemerintah Larang Daerah Potong Insentif Bidan

JAKARTA, (PRLM).- Bidan merupakan tenaga kesehatan yang memiliki posisi penting dan strategis dalam penurunan angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB), menjaga kelangsungan hidup ibu dan anak terutama di daerah pedesaan.
Namun diindikasikan ada daerah yang memotong insentif untuk bidan yang menangani pasien jaminan persalinan (Jampersal). Kondisi ini menyebabkan bidan di daerah cenderung lebih tertarik menjadi bidan mandiri (praktik sendiri).
”Pemerintah melarang daerah memotong insentif bagi bidan, pemotongan itu tidak dibenarkan, pemerintah menetapkan insentif sebesar Rp600 ribu sejak awal 2012 lalu, dengan itu diharapkan bidan menjadi lebih bersemangat untuk membantu masyarakat,” kata Wakil Menteri Kesehatan Ali Ghufron Mukti saat membuka workshop nasional pelayanan kebidanan di Jakarta, Selasa (15/5).
Wamenkes juga menjamin tidak akan terjadi pemotongan insentif. Meski ada beberapa peraturan daerah yang dapat menguranginya, tetapi nantinya pemotongan tersebut akan dikembalikan lagi pada bidan.
“Jika ada laporan pemotongan, pihak Kemkes akan mencek. Termasuk perda atau aturan yang memberatkan untuk hal semacam itu,” ungkapnya.
Menanggapi hal itu, Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Harni Koesno mengemukakan, pemerintah memberikan bidan insentif sebesar Rp600 ribu jika menangani pasien Jampersal.
Bervariasinya insentif yang diterima bidan menurutnya, karena ada kebijakan lokal sehingga yang diterima berbeda-beda yaitu rata-rata sebesar Rp350 ribu. Harni Koesno pun mengakui situasi ini sebagai pemicu seorang bidan lebih memilih untuk praktik mandiri.
Apalagi bidan yang praktek mandiri penghasilannya bisa mencapai Rp750 ribu sampai Rp1 juta, ucap dia.(kominfo/A-89)***

Bidan Diberi Insentif Rp 600 Ribu Jika Tangani Pasien Miskin

ilustrasi 
 
salah satu upaya pelayanan kesehatan yang optimal adalah menekan angka kematian ibu melahirkan, pemerintah berinisiatif melalui program Jampersal (Jaminan Persalinan) untuk memberikan insentif kepada para bidan yang memberikan perawatan kepada pasien.

Sejak awal tahun 2012 lalu, pemerintah berinisiatif memberikan insentif kepada para bidan yang mau menangani pasien Jampersal diberi insentif sebanyak Rp 440.000 rupiah per pasien. Jumlah ini kemudian dinaikkan menjadi Rp 600.000 per pasien. Dengan penambahan ini, diharapkan agar para bidan semakin bersemangat dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.

"Bidan adalah profesi mulia dan dalam hymne Ikatan Bidan Indonesia menyebutkan tidak memikirkan tanda jasa. Tapi kementrian kesehatan tahu persis bagaimana cara untuk meningkatkan kualitasnya," kata Ali Ghufron Mukti, Wakil Menteri Kesehatan RI setelah membuka acara Workshop Nasional Pelayanan Kebidanan yang diselenggarakan Kementrian Kesehatan RI, Selasa (15/5/2012).

Wamenkes menjamin bahwa insentif tersebut tidak akan mengalami pemotongan. Meskipun mungkin ada beberapa peraturan daerah yang dapat sedikit mengurangi insentif, pemotongan tersebut akan dikembalikan lagi kepada para bidan.

"Kami mempertimbangkan jumlah anggaran yamg diterima untuk meningkatkan kualitas. Kami upayakan tahun depan anggaran untuk kesehatan dapat ditingkatkan sehingga pelayanan kesehatan kepada masyarakat juga semakin baik," kata Wamenkes.

Pemberian insentif tersebut memang dinilai masih sedikit jika dibandingkan penerimaan yang diperoleh bidan yang membuka praktik sendiri. Maka, ada kemungkinan beberapa bidan lebih tertarik untuk membuka praktik sendiri di rumah.

"Bidan mandiri (praktik sendiri) rata-rata mendapat sekitar Rp 700.000 sampai Rp 1 juta untuk menangani satu pasien. Tapi Jampersal kan memang program pemerintah untuk menyejahterakan masyarakat yang kurang mampu. Kami juga mendorong seluruh anggota untuk mendukung program pemerintah," kata dr Harni Koesno, Ketua Umum Ikatan Bidan Indonesia (IBI).

Persebaran bidan di Indonesia sendiri memang kurang merata. Di daerah seperti Jakarta, jumlah bidan yang ada melebihi jumlah masyarakat yang membutuhkan. Namun di daerah lain seperti Banten dan Jawa Barat masih kurang.
 

43 Persen Persalinan Masih di Rumah

Ilustrasi

Di Indonesia masih ada 43 persen tempat bersalin ibu masih di lakukan rumah. Persalinan ini lebih berisiko bagi kesehatan ibu melahirkan dan bayinya dikarenakan tempat bersalin yang tidak steril. Hingga kini, tingginya angka kematian ibu masih menjadi masalah besar di Indonesia. 

seperti yang dilansir KOMPAS.COM, berdasarkan riset kesehatan dasar tahun 2010, persalinan di rumah berarti bukan di fasilitas kesehatan, polindes, atau poskesdes. Sebesar 51,9 persen persalinan di rumah dibantu bidan, 40 persennya dibantu dukun.

”Di Indonesia, dukun menjadi mitra dalam persalinan. Persalinan jangan di rumah dan harus ditolong bidan,” ujar Wakil Menteri Kesehatan Ali Ghufron Mukti pada lokakarya ”Pelayanan Kebidanan” yang diadakan Kementerian Kesehatan, pekan lalu.

Ali Ghufron mencontohkan, di Singapura, melahirkan di klinik pun dilarang. Di Malaysia, melahirkan dengan bantuan dukun tak lagi dibolehkan.

Penelitian Women Research Institute di tujuh kabupaten tahun 2009, kepercayaan masyarakat masih tinggi terhadap dukun beranak serta berbagai mitos seputar kehamilan, perempuan hamil, dan prosesi kelahiran. Proses melahirkan pun masih dianggap proses alami yang bisa dilakukan alami.

Walaupun di sejumlah negara Eropa, seperti Belanda, muncul tren melahirkan di rumah, Ali Ghufron menyarankan perempuan jangan melahirkan di rumah. Hal itu dilatarbelakangi tingginya angka kematian ibu di Indonesia, yakni 228 per 100.000 kelahiran hidup (Survei Demografi Kesehatan Indonesia, 2007). Angka ini 3-6 kali lebih besar dibandingkan negara lain di ASEAN.

Persoalan lain

Ketua Institute for Ecosoc Rights Sri Palupi mengatakan, persalinan di rumah merupakan cermin kompleksnya persoalan, tak semata dimensi kesehatan. ”Di Nusa Tenggara Timur, keputusan tempat melahirkan tak sepenuhnya di tangan perempuan, tapi keluarga laki-laki,” ujarnya.

Hambatan budaya itu berkelindan dengan rentetan masalah besar lain, yakni ketersediaan fasilitas kesehatan, tenaga kesehatan, kemiskinan, ketersediaan transportasi, dan jarak. Berbagai daerah mengalami kompleksitas masalah itu.

Menurut dia, tingginya persalinan di rumah juga gambaran belum adanya perspektif hak asasi manusia dalam pembangunan. Setidaknya, ada empat indikator keberadaan perspektif hak asasi manusia itu, yakni ketersediaan pelayanan dasar; keterjangkauan fisik, ekonomi, ketiadaan diskriminasi, dan keadilan informasi; kualitas pelayanan dan sumber daya manusia; serta fleksibilitas dalam arti kebijakan dapat diterima secara budaya dan konteks masyarakat.

Program pemerintah juga harus membantu perempuan mengatasi hambatan nyata, di antaranya soal anggaran.